Yayasan Rumsram berdiri dilatar belakangi adanya dampak negatif dari proses pembangunan terhadap hak – hak masyarakat atas sumber daya alam. Sedangkan akses masyarakat terhadap informasi dan pembangunan sangat minim yang menyebabkan mereka terpinggirkan oleh proses pembangunan. Hal ini dapat dilihat pada era 1980an dimana di Biak Timur beroperasi Hak Pengelolaan Hutan (HPH), seperti Barito dan Jatipura yang mengakibatkan rusaknya hutan di daerah Biak Timur.
Kemudian di era 1990an pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan kebijakan go East dimana salah satu dari kebijakan tersebut, Biak ditetapkan sebagai pintu gerbang pariwisata untuk Indonesia Timur. Pemerintah dan investor dengan segala pembenarannya membangun hotel berbintang empat yakni hotel Marauw di Distrik Biak Timur dengan sasaran pengembangan di Kep. Padaido.
Di di tingkat masyarakat lokal dalam pemanfaatan sumber daya alam cenderung eksploitatif, melalui penggunaan bahan peledak dan potasium untuk menangkap ikan yang disebabkan penegakan hukum yang lemah, kurangnya kesadaran masyarakat dan terdesak kebutuhan ekonomi.
Perkembangan pembangunan yang tidak hanya membawa manfaat positif tetapi juga dampak negatifnya baik terhadap lingkungan maupun masyarakat lokal mendorong kaum intelektual Biak bersama tokoh gereja setempat bersepakat mendirikan sebuah wadah yang kemudian diberi nama Yayasan RUMSRAM. Spirit atau komitmen awal mendirikan organisasi ini adalah mendampingi masyarakat dan menyuarakan hak – hak masyarakat yang berada di kampung, meningkatkan pemahaman, taraf hidup serta harkat dan martabat masyarakat kampung di Biak Numfor dan Supiori.