Biak,-Sanitarian Puskesmas Korem Yohanes Kapitarauw, atau yang biasa dipanggil Jon, adalah seorang sanitarian dari Puskesmas Korem, Distrik Biak Utara, Kabupaten Biak Numfor, Papua. Jon bergabung di Puskesmas Korem pada tahun 2010 sebagai sanitarian walaupun latar belakangnya adalah seorang perawat. Hal ini terjadi karena pada saat itu Puskesmas Korem tidak memiliki tenaga sanitarian untuk mengatasi permasalahan sanitasi di wilayahnya. Laki – laki berumur 37 tahun ini awalnya tidak berminat untuk menjadi sanitarian, namun karena dia melihat bahwa tingginya kasus penyakit berbasis lingkungan di wilayahnya saat itu, membuatnya sering diminta untuk melayani masyarakat di rumah – rumah sekaligus mempromosikan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Pada tahun 2010, kondisi sanitasi masih relative rendah.
Puskesmas Korem mendata bahwa capaian Pilar 1 masih sekitar 30%, Pilar 2 masih 10 %, Pilar 3 60 %, pilar 4 sekitar 20 % dan pilar 5 sekitar 50%. Wilayah Korem sendiri merupakan wilayah intervensi Yayasan Rumsram pada Program SHAW (Sanitation, Hygiene, and Water) pada tahun 2010 – 2015, dan kemudian dilanjutkan pada program SEHATI (Sustainable Sanitation and Hygiene for Eastern Indonesia). Sejak didampingi oleh Yayasan Rumsram baik pada Program SHAW dan SEHATI, ternyata tantangan yang dihadapi oleh Jon sebagai petugas sanitarian cenderung tidak berubah.
Honorarium yang diterima sebagai petugas lapangan relative belum sesuai dengan waktu dan beban kerja. Di lain pihak, pandangan pesimis dari sesama rekan kerja menambah beban moral yang dirasakan oleh Jon. Beberapa sesama staf Puskesmas ternyata berpikiran bahwa Jon mendapatkan tambahan uang ketika melakukan monitoring dan terlibat bersama Yayasan Rumsam. Selain itu, tantangan terbesar adalah menghadapi masyarakat Biak yang notabene terbiasa mendapatkan bantuan subsidi, sehingga mengubah cara berpikir dan berperilaku tidaklah mudah. Masyarakat masih enggan untuk berswadaya. Cemoohan dan sindiran sering kali didapatkan Jon ketika sedang melakukan sosialisasi. Contohnya, masyarakat curiga kepada Jon dan beranggapan bahwa masyarakat dijadikan objek untuk mencari keuntungan petugas Puskesmas. “Masyarakat pada dasarnya tidak menolak, akan tetapi mereka mengharapkan mau menerima bantuan langsung jadi, karena di kampong sudah banyak uang, kenapa mereka yang harus swadaya?”, ungkap Jon. Jon Dengan Peralatannya Saat Melakukan Promos dan Sosialisasi STBM Masalah infrastruktur juga menjadi kendala tersendiri. Jon, sebagai satu – satunya petugas sanitarian yang ada, tentu hanya dia seorang yang akan melakukan sosialisasi atau monitoring hingga ke seluruh desa di wilayah cakupan Puskesmas.
Desa terjauh yang pernah dia tempuh adalah Desa Wodu dengan jarak 23 km dari Puskesmas. Saat melakukan sosialiasai, Jon sendirian berkendara dengan motor sambil menenteng screen proyector, LCD proyector, dan wireless speaker. Minimnya fasilitas dan media promosi di desa membuat Jon harus membawa seluruh peralatan dari Puskesmas ke desa – desa setiap melakukan promosi dan sosialisasi. Dukungan dari pihak Dinas Kesehatan Kabupaten sendiri dirasa kurang karena minimnya sumber daya baik manusia maupun pendanaan. Dana BOK yang diharapkan mampu memberikan solusi pada tahun 2016 terhadap program – program STBM ternyata tidak diterima oleh Puskesmas. Hal ini menyebabkan Jon dan Kepala Puskesmas harus memutar otak mencari solusi bagaimana mendanai program – program yang sudah dilaksanakan.
Menurutnya, pendekatan yang dilakukan pada saat Program SHAW dianggap lebih baik daripada program SEHATI. Hal ini dikarenakan, selama program SHAW, Yayasan Rumsram selalu mendampingi sanitarian saat melalukan kunjungan di tingkat kampung. Ini menyebabkan masyarakat terpicu untuk berubah karena dimonitor oleh pihak lain. Berbeda dengan program SEHATI, dimana Yayasan Rumsram bekerja di tingkat kabupaten. Ia sendiri beranggapan bahwa kapasitas Puskesmas belum memadai dalam hal monitoring, pendanaan yang cukup untuk melaksanakan kegiatan STBM, serta fasilitas dan SDM yang terbatas. Walaupun demikian, Jon tetap optimis dalam mengerjakan tugasnya sebagai sanitarian.
Ia percaya bahwa semua kerja kerasnya nanti akan membuahkan hasil, dan kontribusinya dalam membantu peningkatan status kesehatan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Korem bermanfaat bagi masyarakat. Jon berharap bahwa ke depan program STBM mampu dilaksanakan dan menjadi tanggungjawab masyarakat kampong sendiri, dengan dukungan dana dari pemerintah kampong. Selain itu, harapannya ke depan, pihak pemerintah kabupaten mampu lebih memperhatikan kondisi petugas sanitasi dan program STBM itu sendiri.