RINGKASAN EKSEKUTIF
Minimnya perilaku hidup bersih dan sehat di Kabupaten Biak Numfor mendorong perlunya dilakukan program percepatan perilaku sanitasi dan hygiene di sekolah. Hal ini karena kelompok anak – anak usia sekolah merupakan kelompok yang paling rentan dalam beresiko penyakit lingkungan seperti diare dan malaria. Selama kurang lebih 6 bulan intervensi Program Wins di Biak Numfor dengan berbagai intervensi, telah memberikan hasil yang signifikan pada perubahan perilaku dan ketersediaan sarana STBM di sekolah. Namun, diperlukan usaha extra untuk memastikan keberlangsungan perilaku di masa mendatang. Oleh karena itu, adanya program Sanitasi Sekolah diharapkan mampu untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, sikap dan perilaku siswa dan guru di sekolah tentang penerapan PHBS dan STBM khususnya praktek cuci tangan dan pengelolaan sampah sekolah.
LATAR BELAKANG
Perilaku sanitasi dan hygiene yang buruk berkontribusi terhadap 88% kematian anak akibat diare di seluruh dunia*. Bagi anak – anak yang bertahan hidup, seringnya menderita diare berkontribusi terhadap masalah gizi sehingga menghalangi anak – anak untuk mencapai potensi yang maksimal. Kondisi ini selanjutnya menimbulkan implikasi serius terhadap kualitas sumber daya manusia dan kemampuan produktif suatu bangsa di masa mendatang.
Berdasarkan Riskesdas tahun 2013, insiden dan period prevalence tertinggi untuk penyakit diare berada di Propinsi Papua, yaitu sekitar 14.7%. Dari data tersebut, kelompok umur yang rentan terhadap penyakit diare adalah kelompok balita dan anak – anak. Diare dan malaria, merupakan sedikit kasus akibat tidak sehatnya lingkungan di sekitar masyarakat. Peran penting kebersihan sering diabaikan. Padahal, kematian dan penyakit akibat diare dan malaria pada umumnya bisa dicegah. Perilaku sanitasi dan higien yang baik dan dilakukan secara rutin oleh anak – anak mampu untuk mengurangi resiko penyakit diare, malaria dan penyakit lingkungan lainnya.
Di Kabupaten Biak Numfor, sanitasi sekolah masih minim perhatian. Hal ini dapat terlihat dari praktek kebersihan yang buruk, sarana sanitasi yang tidak memadai, serta tidak tersediannya air bersih merupakan beberapa hal yang dapat menciptakan kondisi yang tidak sehat. Selain itu, kurangnya pendidikan mendukung adanya praktek kebersihan yang buruk, yang berkontribusi terhadap penyebaran penyakit dan peningkatan resiko kematian anak
Di sisi lain, sebagai tempat yang mengembangkan generasi penerus, sekolah perlu menjaga lingkungannya dan mendukung tumbuh kembang perilaku hidup sehat. Perilaku ini tentunya akan berdampak bagi kesehatan jasmani maupun rohani dan terhindar dari pengaruh negative yang merusak kesehatan. Dengan demikian, kegiatan belajar mengajar juga akan menunjang proses pembelajaran yang baik yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan pengembangan siswa secara optimal.
Penyelenggaraan kesehatan lingkungan sekolah sendiri pada dasarnya, telah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan no. 1429/MENKES/SK/XII/2006 tentang pedoman penyelenggaraan kesehatan lingkungan sekolah yang mengatur persyaratan kesehatan lingkungan sekolah antara lain fasilitas sanitasi sekolah dan promosi kesehatan di lingkungan sekolah.
Melalui program Sanitasi Sekolah akan mendorong terwujudnya perilaku hidup bersih dan sehat di sekolah melalui pendidikan, ketersediaan sarana dan prasarana sanitasi, partisipasi dan kerjasama komite sekolah serta pendampingan dan monitoring terhadap sekolah target.
PENDEKATAN DAN HASIL
Yayasan Rumsram bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Biak Numfor dan Supriori melalui Dinas Pendidikan telah aktif mempromosikan perilaku hidup sehat melalui sanitasi sekolah sejak 2012 pada program Sanitation Hygiene and Water (SHAW) dengan target sekolah sebanyak 61 SD di Biak Numfor. Pendekatan 5 pilar yang dilakukan adalah :
1. Stop Buang Air Besar Sembarangan (STOP BABS)
2. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)
3. Pengelolaan Air Minum dan Makanan dengan Aman
4. Penanganan Sampah dengan Baik
5. Penanganan Limbah Cair dengan Baik
Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa CTPS merupakan intervensi paling murah yang mampu memberikan efektifitas pada pencegahan penyakit secara dominan. Namun, kenyataannya kebiasaan CTPS masih memiliki presentasi paling rendah. Hal ini terbukti pada data monitoring per tiga bulan di 61 SD. Faktor penyebab rendahnya pencapaian presentasi CTPS adalah ketersediaan sarana CTPS yang tahan lama, keterbatasan persediaan air bersih, dan perilaku hygiene itu sendiri. Akan tetapi, pemenuhan terhadap ketiga faktor tersebut tidak serta merta akan menjamin adanya perubahan perilaku yang berkelanjutan.
Dari 61 SD yang diimplementasikan melalui Program SHAW, 20 SD diantaranya diperkuat dengan program Sanitasi Sekolah melalui penyediaan infrastruktur berupa sarana CTPS komunal yang dilaksanakan selama 6 bulan (Juli – Desember 2015).
Berbagai intervensi melalui Program Sanitasi Sekolah telah dilakukan antara lain :
- Berkoordinasi bersama POKJA AMPL dan Dinas Pendidikan untuk memastikan adanya dukungan melalui Surat Edaran Dukungan Keberlanjutan
- Berkoordinasi dengan staf pengajar untuk terlibat dalam sosialisasi program Sanitasi Sekolah dan menjadi pelatih STBM sekolah
- Melakukan roadshow ke sekolah – sekolah serta melakukan pemicuan dan pendampingan paska pemicuan
- Membangun sarana – sarana CTPS yang lebih tahan lama di 20 SD
- Melakukan promosi kesehatan untuk memastikan perilaku tetap dijalankan dan menjaga serta memelihara sarana CTPS.
Dari berbagai intervensi tersebut telah mendapatkan hasil yang cukup signifikan yaitu :
- Terdapat 8 orang dari 15 peserta (terdiri dari Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan) yang mampu memfasilitasi atau melatih tentang STBM 5 Pilar di sekolah
- Pihak sekolah, pemerintah kampung, komite sekolah dan masyarakat memperoleh informasi mengenai 2. pelaksanaan program Sanitasi Sekolah dan telah mendapatkan komitmen dari masyarakat untuk mendukung pelaksanaan program PHBS / STBM di masing – masing sekolah. Dukungan ini berbentuk kontribusi bahan material local dan tenaga pembangunan sarana CTPS.
- Dari 20 SD yang menjadi target program Sanitasi Sekolah, telah terlatih fasilitator sebanyak 20 Kepala Sekolah, 20 guru dan 20 anggota Komite Sekolah dari masing – masing sekolah. 20 SD ini telah memiliki rencana aksi dan rencana kerja sekolah paska pemicuan.
- Telah dilakukan promosi sebanyak 40 sesi dengan pemberian materi secara teori di kelas juga praktik perilaku kesehatan. Sebagai bahan promosi juga telah dibuat film documenter yang menyajikan potret dan capaian program Sanitasi Sekolah di Biak Numfor.Telah tersedianya fasilitas CTPS di 20 SD yang digunakan sekitar 30 – 60 orang, walaupun pemeliharaan dan penggunaannya masih perlu ditingkatkan.
KRITERIA KEMAJUAN
SD BINTANG 3 : Sekolah Bersih dan Sehat, SD BINTANG 2 : Sekolah Sehat, SD BINTANG 1 : Sekolah Bersih, SD STANDAR
CAKUPAN 20 SD DI KAB. BIAK NUMFOR (DESEMBER 2016)
14 SD MASIH BERSTATUS SD STANDAR, 5 SD TELAH BERSTATUS BINTANG 1 (*) DAN 1 SD TELAH BERSTATUS BINTANG 2 (**)
Berbagai macam hambatan bermunculan seiring berjalannya program. Hingga saat ini telah ditemukan hambatan (bottleneck) dalam mensukseskan program. Adapun beberapa hambatan tersebut antara lain :
- Belum semua SD di lokasi intervensi mengalokasikan dana BOS untuk pembiayaan perawatan dan pemeliharaan sanitasi secara berkelanjutan
- Pendidikan PHBS belum disampaikan secara rutin di dalam kelas
- Masih ada sekolah yang menggunakan sarana CTPS pada waktu tertentu saja, belum dijadikan alat untuk membiasakan siswa mencuci tangan pakai sabun secara berkelompok.
- Hasil monitoring menunjukkan masih perlunya penguatan pada sekolah terutama kepala sekolah dan guru. Hal ini diperlukan untuk mendorong komitmen sekolah untuk memanfaatkan sarana demi peningkatnan PHBS di sekolah dan peningkatan penganggaran untuk memastikan pemeliharaan sarana sekolah.
- Keberlanjutan perilaku masih perlu diperhatikan terutama setelah program Sanitasi Sekolah berakhir.
LESSON LEARN
Sanitasi sekolah merupakan komponen penting yang masih dilupakan. Di sisi lain sekolah merupakan tempat berkumpulnya siswa dan warga dalam kegiatan proses belajar mengajar. Fasilitas sanitasi yang tidak memadai merupakan faktor resiko terjadinya berbagai gangguan kesehatan termasuk diare, DBD dan lain – lain. Dengan adanya program Sanitasi Sekolah, telah terjadi perubahan perilaku yang lebih baik pada sanitasi dan hygiene di lingkungan sekolah. Perubahan perilaku ini juga mendorong adanya peningkatan sarana dan prasarana STBM 5 Pilar. Dengan demikian, diharapkan, kondisi ini dapat meningkatkan kualitas pendidikan dan mempercepat pencapaian target Universal Access bagi seluruh masyakarat.
STBM 5 Pilar memerlukan pendekatan pemasaran yang memobilisasi anggota sekolah dan meningkatkan fasilitas sanitasi yang lebih baik.
REKOMENDASI
Untuk Pemerintah Daerah / POKJA AMPL
- SKPD yang terlibat dalam sektor air bersih dan sanitasi perlu untuk memerlukan koordinasi yang lebih kuat, terutama dalam tanggungjawab pemeliharaan system yang jelas. Hal ini diharapkan mampu untuk memastikan keberlanjutan akses bagi masyarakat terutama anggota sekolah.
- Memastikan adanya tenaga – tenaga terampil di bidang air dan sanitasi serta kapasitas kelembagaan di wilayah Kabupaten Biak Numfor sehingga proses keberlanjutan PHBS terwujud.
- Melakukan kunjungan ke lapangan untuk melakukan monitoring di level sekolah – sekolah untuk memastikan peningkatan kapasitas anggota sekolah terhadap STBM 5 Pilar.
Untuk Dinas Pendidikan Setempat
- Diperlukan Surat Edaran untuk pelaksanaan sanitasi di seluruh sekolah sebagai turunan dari Peraturan Menteri Kesehatan. Hal ini dapat mempermudah pelaksanaan peningkatan PHBS di sekolah dan keberlanjutannya.
- Perlu adanya penganggaran sanitasi sekolah yang diambilkan dari Dana BOS dan dana alokasi khusus.
Untuk Dinas Kesehatan Setempat
- Memastikan peran Unit Kesehatan Sekolah (UKS) untuk melakukan pendampingan PHBS bagi siswa – siswi
Untuk Komite Sekolah
-
Melakukan pendampingan untuk memastikan penganggaran STBM sekolah dalam rencana anggaran dari dana BOS
-
Mendorong guru untuk berperan aktif mempromosikan PHBS di masing – masing sekolah